Kamis, 01 Januari 2015

Isi Makalah Filsafat Eksistensialisme

EKSISTENSIALISME
1.      Terminologi Eksistensialisme

Eksistensialisme berasal dari kata “eksistensi” dari kata dasar “existency” yaitu “exist”. Kata “exist” adalah bahasa Latin yang artinya : “ex”, keluar dan “sistare” artinya berdiri. Jadi eksistensi adalah berdiri dengan keluar dari diri sendiri.[1]
Dalam membuat definisi eksistensialisme, kaum eksistensialis tidak sama. Namun demikian, ada sesuatu yang dapat disepakati oleh mereka, yaitu sama-sama menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral.
Ahmad Tafsir mengatakan bahwa filsafat eksistensi tidak sama persis dengan filsafat eksistensialisme. Yang dimaksud dengan filsafat eksistensi adalah benar-benar sebagaimana arti katanya, yaitu filsafat eksistensi yang menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral. Adapun yang dimaksud dengan filsafat eksistensialisme, rumusannya lebih sulit daripada eksistensi. Sejak muncul filsafat eksistensi, cara wujud manusia telah dijadikan tema sentral pembahasan filsafat, tetapi belum pernah ada eksistensi yang secara begitu radikal menghadapkan manusia kepada dirinya seperti eksistensialisme.[2]
Eksistensialisme menyatakan bahwa cara berada manusia dan benda lain tidaklah sama. Manusia berada di dunia, hewan dan pepohonan pun berada di dunia. Akan tetapi, cara beradanya tidak sama. Manusia berada di dunia, ia mengalami beradanya di dunia itu menyadari dirinya berada di dunia. Manusia menghadapi dunia dan mengerti apa yang dihadapinya. Manusia mengerti guna pohon, batu dan salah satu diantaranya ialah ia mengerti bahwa hidupnya mempunyai arti. Apa arti semua ini ? artinya ialah bahwa manusia adalah subjek. Subjek artinya yang menyadari, yang sadar. Barang-barang yang disadarinya disebut objek.[3]
Ada beberapa tokoh filsafat eksistensialisme, diantaranya yaitu : Martin Heidegger, J.P. Sartre, dan Gabriel Marcel.[4]

A.    Martin Heigger (1905 M)

Menurut Martin Heigger, keberadaan hanya akan dapat menjawab melalui jalan ontologi, artinya jika persoalan ini dihubungkan dengan manusia dan dicari artinya dalam hubungan itu. Metode untuk ini adalah metodologi fenomenotogis. Jadi yang penting adalah menemukan arti keberadaan itu.
Satu-satunya yang berada dalam arti yang sesungguhnya adalah beradanya manusia.Keberadaan manusia disebut desein (berada di sana, di tempat). Berada artinya menempati atau mengambil tempat. Desein manusia disebut juga eksistensi.
Keberadaan manusia, yaitu berada di dalam dunia maka ia dapat member tempat kepada benda-benda yang di sekitarnya, ia dapat bertemu dengan benda-benda itu dan dengan manusia-manusia lain, dapat bergaul dan berkomunikasi dengan semuanya.[5]

B.     J.P. Sartre

Menurut Sartre, eksistensi manusia mendahului esensinya. Filsafat eksistensialisme membicarakan cara berada di dunia ini, terutama cara berada manusia. Dengan kata lain, filsafat ini menempatkan cara wujud-wujud manusia sebagai tema sentral pembahasannya. Cara itu hanya khusus ada pada manusia karena hanya manusialah yang bereksistensi. Binatang, tumbuhan, dan bebatuan memang ada, tetapi mereka tidak dapat disebut bereksistensi. Filsafat eksistensialisme mendamparkan manusia ke dunianya dan menghadapkan manusia kepada dirinya sendiri.[6]

C.    Gabriel Marcel

Dalam filsafatnya, ia menyatakan bahwa manusia tidak hidup sendirian, tetapi bersama-sama dengan orang lain. Akan tetapi, manusia memiliki kebebasan yang otonom. Manusia bukanlah makhluk yang statis, sebab ia senantiasa menjadi (berproses) atau being and becoming. Ia selalu menghadapi objek yang harus diusahakan, seperti yang tampak dalam hubungannya dengan orang lain.[7]

2.      Macam-macam Filsafat Eksistensialisme

a.       Eksistensialisme Murni. Dinamkan demikian karena ia terbatas dari semua keyakinan yang diwariskannya. Cabang ini diwakili oleh Heidegger dan Sartre.
b.      Eksistensialisme Terikat. Berhubungan dengan suatu keyakinan tertentu. Diwakili oleh Karl Jespers dan Gabriel Marcel.






3.      Karakteristik Umum Filsafat Eksistensialisme

a.       Eksistensi mendahului esensi
Bahwa manusia ditemukan, setelah itu ia mengakui sisi keistimewaan dan sifat-sifatnya. Oleh karena itu manusia bukanlah eksistensi sempurna, bahkan manusia adalah tendensi (kecenderungan), usaha keras dan rencana.
b.      Eksistensi manusia
Eksistensi yang diperhatikan oleh filsafat eksistensialisme pada tingkat pertama adalah eksistensi manusia.
c.       Manusia merdeka dan bebas memilih
Ia memilih apa yang mungkin bisa diwujudkannya diantara kemungkinan yang diberiakan kepadanya. Ketika memilih, manusia berani menempuh resiko karena ia bisa masuk dalam kesuksesan atau kegagalan.
d.      Eksistensi dan non-Eksistensi
Resiko dan bahaya yangb terus-menerus mengancam alam eksistensi menjadikan manusia merasakan nihilsme.[8]



[1] Ahmad Tafsir, 2006 : 218
[2] Ahmad Tafsir, 2006 : 218-219
[3] Ahmad Tafsir, 2006 : 218-219
[4] Ahmad Tafsir, 2006 : 218-219
[5] Drs. Atang Abdul Hakim, M.A. dan Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si. , 2008 : 334-335
[6] Drs. Atang Abdul Hakim, M.A. dan Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si. , 2008 : 336
[7] Drs. Atang Abdul Hakim, M.A. dan Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si. , 2008 : 337
[8] Dr. Fuad Farid Isma’il dan Dr. Abdul Hamid Mutawalli, 2012 : 148-150

Labil

Perasaan ini sungguh tak menentu
Terkadang ingin ini
Terkadang ingin itu
Namun memang sesungguhnya
Prinsip itu ada
Dalam jiwa
Hati
dan Pikiran
Keinginan di masa depan
Sudah terbayang
Tapi ini hanya butuh
Proses
dan Pembuktian
Ingin berkata ini takut
Dibilang harapan palsu
Ingin berkata itu takut
Menyakiti
Bingung.. ya memang bingung
Namun pada akhirnya
Berserah diri yang ku lakukan